Teori
Terbentuknya Alam Semesta
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Alam semesta atau jagad raya didefinisikan
sebagai ruang dan waktu dimana semua energi dan materi berpadu. Alam semesta, kadang
disebut alam raya atau mayapada. Terjadinya alam
semesta telah dipelajari oleh manusia sejak dahulu.
Dari waktu ke waktu, sejalan dengan perkembangan akal pikiran manusia yang
diikuti oleh kemajuan teknologi, pandangan terhadap alam semesta semakin luas.
Terbentuknya alam semesta menjadi teka-teki yang menyibukkan bagi
umat manusia. Sejauh perkembangan teori terbentuknya alam semesta, belum ada
yang dapat membuktikan secara empirik kebenarannya. Hal ini dikarenakan manusia
adalah hal nisbi bagi alam raya. Manusia adalah sesuatu yang sangat baru di
alam raya. Maka walaupun manusia dengan susah payah mencari-cari bagaimana terbentuknya
alam semesta sering terhalang keterbatasan pandangannya.
Keterbatasan pandangan ini sangat terikat dengan pengetahuan apriori
yang dimiliki manusia. Hal ini menyebabkan bahwa pandangan tentang alam raya sulit diuji
kebenarannya melalui pengalaman.
Awal mula, manusia berpandangan bahwa alam semesta terbentuk dalam
mitos. Menurut bangsa Mesir Purba, alam raya ini dikuasai Dewi Langit Nut yang tubuhnya bertaburan bintang,
memayungi alam raya sambil menopang langit agar tidak runtuh menekan bumi.
Setiap malam dia menelan matahari dan memuntahkannya di pagi
hari. Di antara pagi dan malam hari matahari berlayar di langit dengan
menggunakan perahu. Selain dewi Nut di bawahnya berkuasa Dewa Udara Syu, di
bawah lagi ada Dewa bumi Geb.
Sedang kepercayaan bangsa Babilonia, bumi merupakan pusat alam semesta. Bumi adalah sebuah gunung yang memiliki
rongga di bawahnya dan ditopang oleh suatu
samudera. Di atas bumi ada angkasa yang
melengkung, berdiri tegak di antara perairan bawah dan perairan atas samudra, yang
kadang-kadang turun ke bumi berupa hujan.
Pada zaman kebangkitan pada abad ke 17, pandangan orang Eropa mengenai asal usul kehidupan
dibentuk oleh ajaran dalam Perjanjian Lama pada Kitab Genesis. Dalam kitab ini berisi ajaran tentang bumi yang mirip dengan
pandangan orang Babilonia. Bedanya bahwa di atas `langit ada suatu tempat yang disebut Surga
yaitu tempat Tuhan Yang Maha Esa bertakhta, sedangkan dibawah bumi terdapat
suatu tempat yang disebut Neraka.
Seiring dengan waktu mitos tersebut tergusur dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kemajuan cara berpikir manusia membuat para ilmuwan
merumuskan teori mengenai terbentuknya alam semesta. Bagaimana konsepsi para ilmuwan tentang penciptaan alam semesta? Konsepsi itu
berubah-ubah sepanjang sejarah, bergantungpada tingkat kecanggihan alat-alat
dan sarana observasinya, dan bergantung pada tingkat kemajuanfisika itu
sendiri.
Dalam
makalah ini penulis membahas teori-teori tentang pembentukan alam semesta ditinjau dari pandangan barat
juga pandangan Islam yaitu menurut Alquran.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas,
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa itu alam
semesta?
2.
Bagaimana teori
barat tentang terbentuknya alam semesta?
3.
Bagaimana
terbentuknya alam semesta menurut pandangan Islam?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Alam Semesta
Menurut pengetahuan terkini dalam fisika modern, planet bumi
mengelilingi matahari. Galaksi bintang-bintang tempat matahari berada merupakan
satu dari jutaan galaksi yang tersebar pada sistem ruang dan waktu yang
berkembang dari ledakan energi milyaran tahun lalu.
Alam semesta atau jagat raya adalah suatu ruangan yang maha besar yang di
dalamnya terdapat kehidupan yang biotik dan abiotik, serta di dalamnya terjadi
segala peristiwa alam baik yang dapat diungkapkan manusia maupun yang tidak.
Pengertian alam semesta mencakup tentang mikrolosmos dan makrokosmos.
Mikrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran sangat kecil, misalnya
atom, elektron, sel, amuba, dan sebagainya. Sedang makrokosmos adalah
benda-benda yang mempunyai ukuran sangat besar, misalnya bintang, planet, dan
galaksi.
Awal konsep alam semesta para ilmuwan menetapkan bumi sebagai
pusatnya, yaitu dengan istilah geosentris yang Cladius Ptelemolus. Seiring
majunya zaman, Nicolas Copernicus
menemukan teori baru yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat alam
semesta yang disebut teori heliosentris. Namun teori tersebut ternyata lebih
tepat untuk tata surya. Tata surya hanyalah sebagian dari galaksi, dan masih
banyak galaksi yaitu kumpulan bintang yang ada di alam semesta ini.
B.
Teori Barat
Tentang Terbentuknya Alam Semesta
Ada tiga teori besar tentang terciptanya alam semesta, yaitu
Teori Keadaan Tetap (Ready State Theory), Teori Dentuman Besar (Big Bang)
dan Teori Osilasi. Ahli astronomi Inggris Freud Hoyle mengajukan Teori Keadaan
Tetap (Steady State Theory) sebagai
wujud adanya alam semesta. Menurut teori ini, hanya materi yang ada, dan begitulah adanya
sepanjang waktu yang tak terbatas. Dari pendirian itu, diklaim bahwa alam
semesta selalu ada dan tidak diciptakan. Teori ini dianut oleh kaum
materialisme.
Sebagai tambahan bagi klaim mereka, bahwa alam semesta ada
dalam waktu yang tidak terbatas, penganut materialisme juga mengemukakan bahwa
tidak ada tujuan atau sasaran di dalam alam semesta. Mereka menyatakan bahwa
semua keseimbangan, keselarasan, dan keteraturan yang tampak di sekitar kita
hanyalah peristiwa kebetulan.
Teori Osilasi hampir sama dengan Teori Keadaan Tetap (Steady
State Theory) yang menyatakan bahwa
alam semesta tidak ada awal dan tidak ada akhir. Namun, model osilasi ini
mengakui adanya dentuman besar yang mengakibatkan terjadinya pengembangan,
lalu gravitasi akan menyedot kembali
sehingga kempis (collapse) yang kemudian akan padat kembali. Setelah
kembali, selanjutnya terjadi dentuman besar lagi dan mengempis lagi. Dengan
kata lain alam semesta ini berkelakuan melar-menciut-melar-menciut.
Begitu seterusnya.
Pendapat bahwa alam semesta sudah ada sejak waktu yang tak
terbatas terkubur ketika abad 20 ditemukan penemuan baru. Sejak tahun 1920-an,
telah muncul bukti tegas bahwa pendapat ini tidak mungkin benar. Para ilmuwan
sekarang merasa pasti bahwa jagat raya tercipta dari ketiadaan, sebagai hasil
suatu ledakan besar yang tak terbayangkan, yang dikenal sebagai Teori Dentuman
Besar (Big Bang)”. Dengan kata lain, alam semesta terbentuk, atau
tepatnya, diciptakan oleh Allah.
Abad ke-20 juga menyaksikan kehancuran klaim materialis bahwa
segala sesuatu di jagat raya adalah hasil dari kebetulan dan bukan rancangan.
Riset yang diadakan sejak tahun 1960-an dengan konsisten menunjukkan bahwa
semua keseimbangan fisik alam semesta umumnya dan bumi kita khususnya dirancang
dengan rumit untuk memungkinkan kehidupan.
Teori yang akhirnya diposisikan dan diterima sebagai pandangan yang
ilmiah adalah Teori Dentuman Besar (Big Bang). Teori ini berpandangan
bahwa alam semesta ini pada mulanya terjadi dengan peledakan. Menurut
George Ganow dalam Musthafa (1980), pada saat-saat permulaan dari timbulnya
alam semesta ini, ialah bahwa semua massa (benda-benda) yang akan membentuk
alam semesta seperti galaxi-galaxi, semua nebula, gas-gas, matahari,
bintang-bintang, seluruh planet dan satelit serta zat-zat kosmos lainnya, berkumpul
menjadi satu di bawah tekanan yang maha tinggi dan sangat kuat, sehingga
menyebabkan pecah dan runtuh berantakan (collapse).
Alam semesta
tercipta dari sebuah ledakan kosmis sekitar 10-20 milyar tahun yang lalu
mengakibatkan adanya ekspansi (pengembangan) alam semesta. Sebelum terjadinya ledakan kosmis tersebut, seluruh ruang materi dan energi
terkumpul dalam sebuah titik.
Selain adanya
teori terciptanya alam semesta, ada banyak teori mengenai terciptanya tata
surya, bagian kecil dari alam semesta. Adapun beberapa teori tersebut:
1.
Teori Bintang
Kembar
Menurut teori ini, dahulu matahari merupakan bintang kembar.
Kemudian bintang kembarannya meledak menjadi kepingan-kepingan. Karena pengaruh
gaya gravitasi bintang yang tidak meledak (matahari), maka kepingan-kepingan
itu bergerak mengitari bintang tersebut dan menjadi planet-planet.
Adapun alasan dari pendapat ini adalah karena setelah penelitian
terhadap tata surya lain ternyata ada tata surya yang memiliki bintang kembar,
oleh karena itu Lyttleton, seorang astronom Inggris beranggapan bahwa tata
surya kita terbentuk dari proses meledaknya bintang kembar. Teori ini mempunyai kelemahan karena
berdasarkan analisis matematis yang dilakukan oleh para ahli menunjukan bahwa
momentum anguler dalam sistem tatasurya yang ada sekarang ini tidak mugkin
dihasilkan oleh peristiwa tabrakan dua buah bintang.
Beberapa sumber mengatakan penggagas teori bintang kembar adalah Fred Hoyle
(1915-2001) yang mengemukakan pendapatnya pada tahun 1956. Namun, tidak sedikit
pula sumber-sumber terpercaya yang mengatakan bahwa pencetus teori bintang
kembar adalah Lyttleton, seorang
astronom Inggris. Dan Fred Hoyle juga menggagas teori lain tentang tata surya,
yaitu teori kedaan tetap (steady-state) yang menganggap alam semesta ini tidak
berawal dan tidak berakhir. Teori ini
diagung-agungkan para materialis di abad ke-19, termasuk
Ludwig Freuerbach (1804-1872). Menurut pendapatnya, hanya alamlah yang
ada, manusia juga termasuk alam. Dia menganggap bahwa jiwa ada setelah materi,
jadi psikis manusia merupakan salah satu gejala dari materi yang ada.
2.
Teori Nebular
Immanuel Kant (1749-1827), seorang ahli filsafat berkebangsaan
Jerman membuat suatu hipotesis tentang terbentuknya tata surya pada tahun
1755. Menurut teori ini, jagad raya
berasal dari gumpalan kabut yang berputar perlahan-lahan dan memadat karena
adanya gaya tarik-menarik dan tolak-menolak, dari bagian-bagiannya terbentuklah
pada pusatnya sebuah inti. Bagian inti
atau tengah kabut itu menjadi gumpalan gas yang kemudian membentuk matahari,
dan bagian kabut di sekelilingnya menjadi planet, satelit dan benda-benda
langit lainnya.
Seorang ahli astronomi dan ilmuan fisika dari Perancis, Pierre
Simon de Laplace mengemukakan teori yang hampir serupa dengan teori Immanuel
Kant pada tahun 1796. Menurut Laplace, tata surya berasal dari kabut panas yang
terus berputar sehingga membentuk gumpalam kabut, yang pada akhirnya bentuknya
menjadi bulat seperti bola.
Akibatnya, bola tersebut memepat pada kutubnya, dan melebar pada bagian
equatornya. Kemudian massa gas pada equatornya mejauhi gumpalan inti dan
membentuk cincin-cincin yang melingkari inti tersebut. Dalam waktu yang lama,
cincin-cincin tersebut berubah menjadi gumpalan padat yang kemudian membentuk
planet-planet dengan satelitnya dan benda langit lainnya. Sedangkan inti kabut
tetap berbentuk gas berpijar yang kemudian disebut sebagai matahari.
Persamaan kedua
teori diatas terletak ada materi pembentuk tata surya, yaitu kabut (nebula),
sehingga teori tersebut bisa disebut dengan teori kabut atau teori nebula. Teori kabut ini telah dipercaya orang selama kira-kira
100 tahun, tetapi sekarang telah banyak ditinggalkan karena tidak mampu
memberikan jawaban-jawaban kepada banyak hal atau masalah di dalam tata surya
dan juga karena munculnya banyak teori baru yang lebih memuaskan.
3.
Teori Tidal
Atau Teori Pasang Surut
Teori ini dipopulerkan oleh Sir James Jeans (1877-1946) dan Harold Jeffreys
(1891) yang keduanya dari Inggris. Menurut teori ini, gaya tarik bintang yang
besar pada permukaan matahari terjadi proses pasang surut seperti peristiwa
pasang surutnya air laut di bumi akibat gaya tarik bulan. Sebagian massa matahari itu membentuk cerutu
yang menjorok ke arah bintang itu mengakibatkan cerutu itu
terputus-putus membentuk gumpalan gas di sekitar matahari dengan ukuran yang
berbeda-beda, gumpalan itu membeku dan kemudian membentuk planet-planet.
Teori ini menjelaskan mengapa
planet-planet di bagian tengah seperti Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus
merupakan planet raksasa sedangkan di bagian ujungnya merupakan planet-planet
kecil. Kelahiran kesembilan planet itu karena pecahan gas dari matahari yang
berbentuk cerutu itu maka besarnya planet-planet iti berbeda-beda yang terdekat
dan terjauh besar tetapi yang di tengah lebih besar lagi.
C.
Terbentuknya
Alam Semesta Menurut Pandangan Islam
Allah menurunkan Al Quran kepada manusia empat belas abad
yang lalu.Al Quran mencakup beberapa
penjelasan ilmiah dalam tautan keagamaannya. Beberapa fakta yang baru dapat diungkap
dengan teknologi abad ke-21 ternyata telah dinyatakan Allah dalam Al Quran
empat belas abad yang lalu.
Dalam Al Quran, terdapat
banyak bukti yang memberikan informasi dasar mengenai beberapa hal seperti
penciptaan alam semesta. Kenyataan bahwa dalam Al Quran tersebut sesuai dengan
temuan terbaru ilmu pengetahuan modern adalah hal penting, karena keasesuaian ini menegaskan
bahwa Al Quran adalah ” firman Allah”.
Al Qur’an surat Fussilat (41:11) yang artinya: ” Kemudian
Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: ” Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: ”Kami datang dengan suka hati”.
Kata asap dalam ayat tersebut menurut para ahli tafsir adalah merupakan
kumpulan dari gas-gas dan partikel-partikel halus baik dalam bentuk padat
maupun cair pada tempratur yang tinggi maupun rendah dalam suatu campuran yang
lebih atau kurang stabil.
Dalam Al Quran
surat Al-Anbiya (21:30) disebutkan ”Dan apakah orang-orang kafir tidak
mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu (sebingkah penuh), kemudian Kami pisahkan antara keduanya.Dan dari air
Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?” . Matahari adalah benda angkasa yang
menyala-nyala yang telah berputar keliling sumbuhnya sejak berjuta-juta tahun.
Dalam proses perputarannya dengan kecepatan tinggi itu, maka terhamburkan bingkah-bingkahan yang akhirnya menjadi beberapa benda
angkasa termasuk bumi. Masing-masing bingkah beredar menurut garis tengah lingkaran matahari,
semangkin lama semangkin bertambah jauh, hingga masing-masingnya menempati garis
edarnya yang sekarang. Dan seterusnya akan tetap beredar dengan teratur sampai
batas waktu yang hanya diketahui oleh Allah S.W.T
Kemudian Surat Adz
Dzaariyaat (51:47) ” Dan langit, dengan kekuasaan Kami,Kami bangun dan Kami
akan memuaikannya selebar-lebarnya”. Teori
Big Bang juga mengatakan adanya pemuaian alam semesta secara terus
menerus dengan kecepatan maha dahsyat yang di umpamakan mengembangnya permukaan
balon yang sedang ditiup ,yang mengisyaratkan bahwa galaksi akan hancur
kembali. Isyarat ini sudah dijelaskan dalam surat Al-Anbiya (21:104)
”(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran - lembaran
kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan
mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah
yang akan melaksanakannya”
Dalam surat Al-Sajda (32:4) yang artinya : ”Allah lah
yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam
masa...” . Uraian penciptaan langit dan bumi dan apa-apa yang ada antara
keduanya, terdapat dalam surat
Fush-Shilat ayat 9,10 dan 12. yang perincian tafsirannya sebagai berikut:
Tahapan pertama penciptaan bumi 2
rangkaian waktu, tahapan kedia penyempurnaan aparat bumi 2 rangkaian waktu,
tahap ketiga penciptaan (angkasa raya) dan planet-planetnya 2 rangkaian waktu.
Jadi terbentuknya alam raya ini terjadi dalam 6 rangkaian waktu atau 6 masa.
Dari sejumlah ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan enam
masa, Surat An-Nazi’at ayat 27-33 di atas tampaknya dapat menjelaskan tahapan
enam masa secara kronologis. Urutan masa tersebut sesuai dengan urutan ayatnya,
sehingga kira-kira dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Masa I (ayat 27):
penciptaan langit pertama kali
Pada Masa I, alam semesta pertama kali terbentuk dari
ledakan besar yang disebut ”big bang”, kira-kira 13.7 milyar
tahun lalu. Bukti dari teori ini ialah gelombang mikrokosmik di angkasa dan
juga dari meteorit.
Awan debu (dukhan) yang terbentuk dari ledakan
tersebut terdiri dari hidrogen. Hidrogen adalah unsur pertama yang terbentuk
ketika dukhan
berkondensasi sambil berputar dan memadat. Ketika temperatur dukhan
mencapai 20 juta derajat celcius, terbentuklah helium dari reaksi inti sebagian
atom hidrogen. Sebagian hidrogen yang lain berubah menjadi energi berupa
pancaran sinar infrared. Perubahan wujud hidrogen ini mengikuti persamaan E=mc2,
besarnya energi yang dipancarkan sebanding dengan massa atom hidrogen yang
berubah.
Selanjutnya, angin bintang menyembur dari
kedua kutub dukhan, menyebar dan menghilangkan
debu yang mengelilinginya. Sehingga, dukhan yang tersisa berupa
piringan, yang kemudian membentuk galaksi. Bintang-bintang dan gas terbentuk dan mengisi
bagian dalam galaksi, menghasilkan struktur filamen (lembaran) dan void (rongga).
Jadi, alam semesta yang kita kenal sekarang bagaikan kapas, terdapat bagian
yang kosong dan bagian yang terisi.
2.
Masa II (ayat 28): pengembangan dan penyempurnaan
Dalam ayat 28 di atas terdapat kata ”meninggikan
bangunan” dan ”menyempurnakan”. Kata ”meninggikan bangunan” dianalogikan dengan
alam semesta yang mengembang, sehingga galaksi-galaksi saling menjauh dan
langit terlihat makin tinggi.
Mengembangnya alam semesta sebenarnya adalah kelanjutan big bang.
Jadi, pada dasarnya big bang bukanlah ledakan dalam
ruang, melainkan proses pengembangan alam semesta. Dengan menggunakan
perhitungan efek doppler sederhana, dapat
diperkirakan berapa lama alam ini telah mengembang, yaitu sekitar 13.7 miliar
tahun.
Sedangkan kata ”menyempurnakan”, menunjukkan bahwa alam
ini tidak serta merta terbentuk, melainkan dalam proses yang terus berlangsung.
Sebelum langit itu disempurnakan, keadaanyya masih primitif dan
masih sempit atau belum meluas. Misalnya kelahiran dan kematian bintang yang
terus terjadi. Alam semesta ini dapat terus mengembang, atau kemungkinan
lainnya akan mengerut.
3.
Masa III (ayat 29): pembentukan tata surya termasuk Bumi
Surat An-Nazi’ayat 29 menyebutkan bahwa Allah menjadikan
malam yang gelap gulita dan siang yang terang benderang. Ayat tersebut dapat
ditafsirkan sebagai penciptaan matahari sebagai sumber cahaya dan Bumi yang
berotasi, sehingga terjadi siang dan malam. Pembentukan tata surya diperkirakan
seperti pembentukan bintang yang relatif kecil, kira-kira sebesar orbit
Neptunus. Prosesnya sama seperti pembentukan galaksi seperti di atas, hanya
ukurannya lebih kecil.
Seperti halnya matahari, sumber panas dan semua unsur
yang ada di Bumi berasal dari reaksi nuklir dalam inti besinya Lain halnya
dengan Bulan. Bulan tidak mempunyai inti besi. Unsur kimianya pun mirip dengan
kerak bumi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, disimpulkan bahwa Bulan adalah
bagian Bumi yang terlontar ketika Bumi masih lunak. Lontaran ini terjadi karena
Bumi bertumbukan dengan suatu benda angkasa yang berukuran sangat besar
(sekitar 1/3 ukuran Bumi). Jadi, unsur-unsur di Bulan berasal dari Bumi, bukan
akibat reaksi nuklir pada Bulan itu sendiri.
4. Masa IV (ayat 30): awal
mula daratan di Bumi
Penghamparan yang disebutkan dalam ayat 30, dapat
diartikan sebagai pembentukan superkontinen Pangaea di permukaan Bumi.
Masa III hingga Masa IV ini juga bersesuaian dengan Surat
Fushshilat ayat 9 yang artinya, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir
kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.
Sedang dalam Surat Nuh ayat 9,
“Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan”. Bumi dijadikan hamparan. Meskipun tidak
licin, tetapi sudah memenuhi syarat-syarat untuk bekerja/berfungsi sebagaimana
mestinya dan sudah memenuhi syarat hidup bagi makhluk biologis dan botanis.
5.
Masa V (ayat 31): pengiriman air ke Bumi melalui komet
Dari ayat 31 di atas, dapat diartikan bahwa di Bumi belum
terdapat air ketika mula-mula terbentuk. Jadi, ayat ini menunjukan evolusi Bumi
dari tidak ada air menjadi ada air.
Air diperkirakan berasal dari komet yang menumbuk Bumi
ketika atmosfer Bumi masih sangat tipis. Unsur hidrogen yang dibawa komet
kemudian bereaksi dengan unsur-unsur di Bumi dan membentuk uap air. Uap air ini
kemudian turun sebagai hujan yang pertama. Bukti bahwa air berasal dari komet,
adalah rasio Deuterium dan Hidrogen pada air laut, yang sama dengan rasio pada
komet. Deuterium adalah unsur Hidrogen yang massanya lebih berat daripada
Hidrogen pada umumnya.
Karena semua kehidupan berasal dari air, maka setelah air
terbentuk, kehidupan pertama berupa tumbuhan bersel satu pun mulai muncul di
dalam air.
6.
Masa VI (ayat 32-33): proses geologis serta lahirnya
hewan dan manusia
Dalam ayat 32 di atas, disebutkan ”…gunung-gunung
dipancangkan dengan teguh.” Artinya, gunung-gunung terbentuk setelah
penciptaan daratan, pembentukan air dan munculnya tumbuhan pertama.
Gunung-gunung terbentuk dari interaksi antar lempeng ketika superkontinen
Pangaea mulai terpecah.
Kemudian, setelah gunung mulai terbentuk, terciptalah
hewan dan akhirnya manusia sebagaimana disebutkan dalam ayat 33 di atas. Jadi,
usia manusia relatif masih sangat muda dalam skala waktu geologi.
Jika diurutkan dari Masa III hingga Masa VI, maka empat
masa tersebut dapat dikorelasikan dengan empat masa dalam Surat Fushshilat ayat
10 yang berbunyi, ”Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung
yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar
makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai
jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.
PENUTUP
Alam semesta atau jagat raya adalah suatu ruangan yang maha besar yang di
dalamnya terdapat kehidupan yang biotik dan abiotik, serta di dalamnya terjadi
segala peristiwa alam baik yang dapat diungkapkan manusia maupun yang tidak.
Dari pembahasan di atas, dikemukakan beberapa
teori dari beberapa ilmuwan serta dari pandangan
Islam berdasarkan Al Quran. Teori
terciptanya alam semesta meliputi Teori Keadaan Tetap (Steady State Theory),
Teori Dentuman Besar (Big Bang) Dan Teori Osilasi. Sedangkan pembentukan
tata surya dibahaskan dalam teori bintang kembar, teori nebular dan teori tidal
atau pasang surut.
Dari sekian banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ilmuwan ternyata
ilmuwan modern menyetujui bahwa teori dentuman
besar (Teori Big Bang) merupakan satu-satunya
penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta
dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada. Namun perlu disadari bahwa jauh sebelum para ahli mengemukakan teori Big Bang, ayat- ayat
Al Quran telah secara jelas menceritakan bagaimana alam semesta ini terbentuk
dalam 6 masa.
DAFTAR
PUSTAKA
Endarto, Danang. 2005. Pengantar Kosmografi. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.
Maskufa. 2009. Ilmu Falaq. cet. I. Jakarta: Gaung Persada Press.
Purnama, Heri. 2008.
Ilmu Alamiah Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta.Riyanto, Bambang dkk.
Perkembangan Pemikiran Tentang Pembentukan
Alam Raya.
Bambang Riyanto, dkk, Perkembangan Pemikiran Tentang Pembentukan
Alam Raya, hal. 2.
Danang Endarto, Pengantar Kosmografi, Surakarta: LPP UNS dan
UNS Press, 2005), hal. 83.
Maskufa, Ilmu Falaq, cet. I, Jakarta: Gaung Persada Press, 2009. hal. 30-31.